Oleh : Astri Dwi Andini
RUU KUHP baru baru ini disahkan menjadi Undang-undang pada tanggal 6 Desember 2022. Di sahkannya RUU KUHP menjadi Undang-undang karena produk Belanda tidak relevan lagi dengan Indonesia. Sementara RUU KUHP sudah sangat reformatif, progresif, juga responsif dengan situasi di Indonesia. Disahkannya RUU KUHP saat ini menarik banyak perhatian masyarakat yang memicu banyak pro dan kontra di dalam masyarakat. salah satunya terkait dengan tindak pidana terhadap martabat Presiden dan Wakil Presiden yang terdiri dari bagian kesatu tentang penyerangan terhadap presiden dan wakil presiden dan bagian kedua tentang penghinaan presiden dan wakil presiden.
Pasal penyerangan martabat presiden dan wakil presiden, secara sosiologi hukum dilatarbelakangi dengan beberapa kasus yang pernah menjadi perhatian publik melalui sarana media sosial (facebook, youtube, whatsapp, line, twetter dan media sosial lainnya), seperti kasus sebagai berikut tersangka tersangka berinisial SR di Cianjur telah membuat tulisan berisikan konten sara, menghina presiden, parpol, ormas serta konten hate speech dan berita hoax serta kasus-kasus penghinaan lainnya. Dilihat dari banyaknya tulisan penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden serta lembaga pemerintahan lainnya yang dianggap sebagai kritik oleh sebagian masyarakat dirasa terlalu berlebihan maka dari itu dibutuhkannya pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden melihat dari kondisi di tengah masyarakat saat ini.
Apabila Pasal penghinaan terhadap kehormatan, harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden ditiadakan dan akhirnya oleh masyarakat dianggap hal yang biasa seperti di negara liberal seperti Amerika Serikat, maka sama juga dengan tidak menghormati nilai-nilai luhur Pancasila (nilai ketuhanan, nilai kemanusian, nilai persatuan dan kesatuan, nilai kerakyatan serta nilai keadilan) selaku dasar dan jiwa (nation soul) dari sumber segala sumber hukum di Indonesia
Pengaturan penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden untuk menciptakan keteraturan dan ketertiban. Karena masyarakat dan ketertiban adalah dua hal yang sangat erat, bahkan bisa dikatakan sebagai dua sisi dari satu mata uang, susah untuk mengatakan adanya masyarakat tanpa ada suatu ketertiban bagaimanapun kualitasnya, karena perubahan hukum serta perubahan masyarakat itu nyata adanya. Perumusan kembali Pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden pada dasarnya tidak akan membatasi ruang kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara yang telah dijamin oleh konstitusi.
إرسال تعليق